Naskah Teater "Koran"


karya: agung widodo

SINOPSIS
sanah seorang istri yang selingkuh dengan orang tua kaya raya yang bernama mbah raken. suaminya sudah tidak mengurusinya lagi. suatu saat ia dan mbah raken yang sedang pijit-pijitan di warungnya sanah tertangkap oleh kamera seorang wartawan yang sedang meliput berita tentang rencana penggusuran oleh satpol pp. dalam rangka acara promosi kota. fotonya dimuat di headline sebuah koran harian kota. akhirnya proses perselingkuhan sanah dan mbah raken terbongkar oleh sebuah foto di koran.

PROLOG PEMENTASAN
narator membacakan sinopsis dan pemeran dari belakang layar. sementara di panggung, sanah ngalamun sendirian. selang beberapa detik mbah raken datang. berbincang-bincang sebentar lalu mereka akrab dan terlihat mesra sampai akhirnya mereka berdua saling berdekatan dan sanah terlihat dipijit oleh mbah raken. kemudian datang seorang wartawan yang memotret warung sanah. wartawan keluar. di slide menampilkan rekaman mesin percetakan koran yang sedang dalam proses pencetakan. suara percetakan gemuruh. di arena penonton banyak pedagang koran yang berteriak mendagangkan koran. membacakan headline. “rencana penggusuran PKL dalam rangka promosi kota.

KARAKTER
raken : orang tua kaya raya jatuh cinta pada sanah. saingan joko pemuda parkir.
joko : pemuda tukang parkir juga suka pada sanah. saingan mbah raken.
kupar : anak laki-laki sanah. Kurang normal.
sanah : pedagang warungan. diributkan raken dan joko. emaknya kupar.
masdi : pedagang koran langganan warung sanah.
karta : suami sanah yang jarang ngurusi.
peni : istri raken yang dikhianati.

LATAR : PELATARAN GEDUNG INSTANSI.
WAKTU : PAGI HARI SAAT KORAN TERBIT.

SCRIPT
ACT 1:
SANAH DATANG MENGGORENG BAKWAN. SUARA PENGGORENGAN TERDENGAR NYARING. TERUS DITINGGAL KELUAR. KUPAR DATANG MENGAMBIL PISANG DAN SEBOTOL MINUMAN BERSODA. MINUMAN SODA DIBUKA DAN AIRNYA MUNCRAT KENA MUKANYA. SETELAH ITU IA MAKAN PISANG DAN KULITNYA DIBUANG SEMBARANGAN. LANTAS IA NGUMPET DI TONG SAMPAH.

ACT 2:
SANAH–EMAKNYA KUPAR–DATANG MEMBAWA KOTAK KRUPUK. DIDASARKAN DI WARUNGNYA. MERASA KEHILANGAN DAGANGAN DAN MELIHAT KULIT PISANG TERSERAK, IA MENCARI KUPAR DI TEMPAT PERSEMBUNYIANNYA–KARENA SUDAH TERBIASA.
SANAH:
pasti…., ini pasti perbuatan kupar. wis, dasar anak itu. pisang. apa lagi yang diambilnya?
MENGHITUNG DAGANGAN.
SANAH:
minuman. ya, minuman sebotol. minta diamputasi itu anak.
MENCARI KUPAR.
SANAH:
ngumpet di mana, dia? awas, ya! ketemu tak uyel-uyel kamu, nak!
KUPAR TIDAK ADA. LANTAS IA MENCARINYA LAGI.
SANAH:
kok ndak ada? lantas di mana anak itu?
MENGAMBIL WAJAN–TEMPAT PENGGORENGAN.
SANAH:
MEMANGGIL.
kupar…. pasti di sini.
KUPAR KETANGKAP. SANAH MARAH-MARAH, WAJAH KUPAR DIOLESI DENGAN ANGUS.
SANAH:
ni…, satu lagi untuk kamu. kapan kapok?
KUPAR LANTAS PERGI. SANAH KEMBALI KE WARUNGNYA.
SANAH:
MENGGERUTU.
kalau begini caranya, bisa bangkrut saya, tuhan. kok pas ketiban saya? apa pas tinggal yang model seperti itu?

ACT 3:
RAKEN DATANG. MERAYU SANAH SAMBIL MEMBANTU MENDASARKAN DAGANGAN SANAH.
RAKEN:
ada apa pagi-pagi kok sudah marah-marah?
SANAH:
lha sampean pagi-pagi kok sudah sampai sini?
RAKEN:
orang ditanya belum dijawab kok malah sudah balik nanya.
AMBIL ROKOK.
RAKEN:
marah pada siapa? kupar?
SANAH:
tuhan!
RAKEN:
tuhan?
SANAH:
ya, tuhan. kok ketiban saya diberi anak modelnya seperti itu. setiap hari nyolong dagangan emaknya. kalau begitu terus, bisa bangkrut saya.
RAKEN:
namanya anak seperti itu ya diwajari. disyukuri. mending. lagipula bapaknya juga seperti itu. malah parah bapaknya. kamu ingat, waktu bapaknya digebuki orang sekampung pas dia nyolong ulek-ulek di rumahnya de wardi?
SANAH:
lah, sudahlah, kang!
RAKEN:
ngakunya kamu nyidam anak laki-laki. apa bener?
SANAH:
ya itu jadinya. kupar!
RAKEN:
berarti sudah jelas. keturunan. namanya buah, nah.
SANAH:
maksudnya?
RAKEN:
maksudnya caranya yang salah. kalau pingin anak laki-laki, kenapa suamimu pakai acara nyolong ulek-ulek segala?
SANAH:
bukan nyolong.
RAKEN:
lantas?
SANAH:
tapi dia sayang sama saya, kang. karena itu dia berbuat itu.
RAKEN:
kalau sayang, kenapa dia meninggalkan kamu sendirian ngulek sambel sendiri di sini?
SANAH:
ndak tahu, kang. barangkali sayangnya pas dia nyolong ulek-ulek itu tok.
RAKEN:
tapi saya ndak lho, nah. saya, kalau sudah sayang sama orang, ya sampai….
SANAH:
MENYAHUT.
sampai mati?
RAKEN:
hust… jangan ngomong masalah mati.
SANAH:
lha memangnya kenapa, kang? bukankah di tipi-tipi banyak yang ngomong seperti itu? saya akan menyayangimu sampai mati.
RAKEN:
apa ada orang mati masih bisa sayang-sayangan?
SANAH:
ya ndak ada, kang. mau sayang-sayangan sama siapa?
SANAH KE BELAKANG NYUCI PIRING.
SANAH:
sebenarnya kang raken pagi-pagi kemari mau apa? sarapan?
RAKEN:
kangen!
SANAH:
kangen? aduh, kang..kang.
RAKEN:
iya, kangen mijeti kamu lagi. semalam saya tidak bisa tidur gara-gara kemarin mijeti kamu. serius! duduk sini saja, nah.
SANAH:
saya sedang sibuk, kang!
RAKEN:
nanti tak bantu. duduk di sini saja dulu. tak pijitin lagi.
SANAH:
kang, saya sedang sibuk.
RAKEN:
halah…, sebentar saja…!
SANAH:
kang, kalau kang raken ngaku sayang saya, tolong kang raken pulang dulu. nanti kemari lagi. siangan sedikit.
RAKEN:
wong saya itu kangennya sekarang, nah. sejak semalam tak empet pingin ketemu kamu, terus tak pijeti, kok malah diusir.
SANAH:
saya tidak ngusir, kang.
RAKEN:
terus apa kalau tidak ngusir?
SANAH:
wis lah, pokoknya kang raken sekarang pulang saja dulu. atau kalau tidak mau pulang, ya jalan-jalan saja ke mana. nanti siang-siang sedikit kemari lagi. masalahnya…..

ACT 4:
MASDI DATANG MEMBAWA KORAN. TERGESA-GESA LANGSUNG MENUJU WARUNG SANAH. MEMBERITAHU KALAU WARUNGNYA AKAN DIEVAKUASI SATPOL PP LANTARAN ADA PROGRAM PROMOSI KOTA. FOTONYA BERSAMA RAKEN SEDANG PIJAT-PIJATAN TERPAMPANG DI HALAMAN UTAMA KORAN.
MASDI:
bahaya, mbak. sangat bahaya.
RAKEN:
bahaya apanya? koranmu telat terbit?
SANAH:
iya, bahaya apa, di?
MASDI:
nanti siang, warung ini akan dieva.. eva… apa itu…, pokoknya warung ini akan kena tatib oleh satpol pp. mau digusur. dievaluasi. ya, di-e-v-a-l-u-a-s-i. bahaya!
SANAH:
mau digusur? lha terus bagaimana?
RAKEN:
siapa yang ngomong? berani-beraninya ngomong seperti itu.
MASDI:
MEMBERIKAN KORAN.
di koran. di halaman pertama. pokoknya warung ini mau digusur. dievaluasi. mau ada promosi kota. mbak harus pindah. kalau nanti siang penggusurannya, berarti pagi ini mbak harus pindah.
SANAH:
pagi ini?
MASDI:
iya, mbak. harus! nanti siang dievaluasinya.
RAKEN:
SAMBIL MENDUDING KORAN.
evakuasi.
MASDI:
pokoknya. terus di koran itu, foto mbak dan mbah raken pas pijet-pijetan juga dimuat. jangan-jangan istri mbah raken nanti nglabrak kamu, mbak. itu juga bahaya.
RAKEN:
istri yang mana? kamu jangan ngawur, di.
SANAH:
aduh…, bagaimana lagi ini, kang?
RAKEN:
jangan takut. untuk masalah kedua, tenang saja. saya sudah tidak punya istri alias duda.
MASDI:
kata joko istri mbah masih satu yang hidup?
SANAH:
aduh… lha terus piye?
RAKEN:
memangnya istri saya berapa kok masih satu yang hidup? dasar joko. Joko kere. awas kalau ketemu tak poklek-poklek cangkeme.
MASDI:
sudah, pokoknya mbak sanah hati-hati saja. kalau bisa warung ini pagi ini dipindah. masalahnya nanti siang mau digusur. terus masalah foto, mbak sanah siap-siap kalau dilabrak orang.
MASDI PERGI.

ACT 5:
SANAH SEDIH DAN KETAKUTAN. IA BINGUNG.
SANAH:
ini apalagi ini? urusan kok ya ada-ada saja. yang satu belum selesai datang dua lagi. nasib kok selalu apes.
RAKEN:
jangan dipercaya omongannya masdi tadi. bener saya sudah tidak punya istri lagi. makanya saya sering kemari.
SANAH:
jangan dipercaya gimana, kang. siapa tahu bener?
RAKEN:
tidak. memang cangkeme joko kayak gitu. cangkem koran. apalagi katanya masih ada satu yang hidup. memangnya saya tukang blantik istri? wis, pokoknya kalau nanti ketemu joko tak poklek-poklek cangkeme. sudah, ndak pa-pa.
SANAH:
tapi saya takut, kang, kalau omongan masdi itu bener.
RAKEN:
kamu masih juga ndak percaya kalau saya ini duda? isteri saya itu sudah mati lama.
SANAH:
saya masih ndak percaya.
RAKEN:
isteri saya itu sudah mati. ketabrak sepur.
SANAH:
sepur dari mana? setahu saya di sini ndak ada sepur!
RAKEN:
itu sekarang! dulu warungmu ini setiap hari di lalui sepur. dan pagi-pagi sekali, saat itu saya ribut sama isteri saya. lalu isteri saya kabur. tahu-tahu sudah mati ketabrak sepur.
SANAH:
lha terus buktinya mana?
RAKEN:
kamu masih tidak percaya? kamu tahu ndak kuburan di pojok sana. cari saja patok yang ada namanya hasti. itu kuburan isteri saya.
SANAH:
kok malah disuruh nyari patok. saya cuma perlu bukti kalau sampean itu duda.
RAKEN:
kamu masih minta bukti? ya sudah, sekarang ikut saya.
SANAH:
ikut ke mana?
RAKEN:
ya ke kuburan.
SANAH:
kuburan mana?
RAKEN:
kuburan pojok sana.
SANAH:
ndak mau ah, kang, kuburan itu kan angker.
RAKEN:
makanya kalau di omongin itu didengarkan. di percaya.
SANAH TERDIAM DAN NGELAMUN MEMIKIRKAN SESUATU
RAKEN:
eh……., kok malah meneng, mikirin apa lagi? apa masih tidak percaya kalau saya duda.
SANAH:
ndak, kang, saya lagi mikir masalah yang satu.
RAKEN:
urusan warungmu nanti gampang. kalau benar nanti siang dibongkar, besok bikin baru yang lebih gede. yang lebih nggaya. ganti dengan tembok. biar orang-orang betah beli di sini.
SANAH:
di sini? wong sebentar lagi dibongkar.
RAKEN:
maksud saya di bakal warungmu nanti.
SANAH:
nanti kapan, kang? lagian mau dibangun di mana? tanah rumah saja ngepres!
RAKEN:
kok bingung mau dibangun di mana. kamu maunya dibangunkan di mana? di depan kantor camat? di tengah alun-alun simpang lima? di belakang gedung dpr-mpr? atau di depan gedung istana merdeka sekalian? biar kalau ada orang demo warungmu juga ikut masuk tivi?
SANAH:
ah.., kang raken bisa saja.
RAKEN:
sudah, ndak bingung lagi, ‘kan? sini lho, tak pijitin
di sini? wong sebentar lagi dibongkar.

ACT 6:
KUPAR KEMBALI. CUMA LEWAT. LANTAS DIPANGGIL EMAKNYA.
SANAH:
kupar.
ACUH. MAIN SENDIRI.
RAKEN:
sudah biarkan saja. kamu duduk sini saja. tak pijitin.
SANAH DUDUK DI SEBELAH RAKEN.

ACT 7:
JOKO DATANG MEMBAWA WAJAN PENGGORENGAN SAMBIL DIPUKULI IA MENYANYI. MELIHAT KUPAR MAIN IA GODA.
JOKO:
mau? oh… rupanya sudah. nambah?
KEMUDIAN MELANGKAH MENUJU WARUNG. JOKO MELIHAT SANAH DAN RAKEN SEDANG MESRA-MESRAAN. JOKO CEMBURU. KUPAR MELEMPAR JOKO PAKAI KULIT PISANG. LANTAS JOKO PUN MELEMPAR KUPAR PAKAI WAJAN. SUARANYA MENGAGETKAN SANAH DAN RAKEN.
SANAH:
ada apa, jok?
JOKO:
ini lho, nah. anakmu. kurangajar!
SANAH:
kenapa? sudah biarkan saja dia.
RAKEN:
MENEMUI JOKO. MARAH-MARAH MENCEKIK LEHER JOKO.
ini dia orangnya. kamu ngomong sama masdi apa tentang saya?
SANAH:
e…, sudah-sudah. kayak anak kecil saja.
RAKEN MELEPASKAN JOKO.
SANAH:
kamu jadi membawakan saya wajan?
RAKEN:
wajan? kenapa kemarin tidak ngomong sama saya?
SANAH:
kemarin joko yang menawari saya sendiri. katanya mau dibawakan wajan. wajan saya ‘kan sudah tipis. setiap hari saya pakai ngraupi wajahnya kupar. bawa ke sini saja, jok.
RAKEN:
kalau sudah tipis, seharusnya ngomong sama saya. biar saya bawakan yang lebih besar dan lebih tebal. tidak seperti wajan itu.
JOKO:
katanya pengertian? di mana saja, orang yang ngakunya pengertian tidak harus diberi kode dulu. sekali ada sinyal langsung dibelikan pulsa. langsung dilahap. lhes, lhes, lhes. kayak jalan tol, pas mau masuk loket, sopir pasti sudah menyiapkan uang pas.
MEMBERIKAN PENGGORENGAN PADA SANAH. LANTAS PERGI.
SANAH:
tidak duduk dulu, jok? tak buatin kopi.
JOKO:
ndak usah, nah. tak di sana saja. barangkali sudah ada yang mau parkir.
SANAH:
halah…, sebentar saja. lagipula masih jam berapa? paling juga mbah wangsa pakai pit onthel nitip parkir.
JOKO DUDUK.
SANAH:
wajanmu kok sepertinya masih baru. baru kamu pakai berapa hari?
JOKO:
iya, baru lima hari. kemarin saya beli buat masak mie kalau malam.
RAKEN:
jaga parkir juga hasilnya berapa? paling cukup buat makan mie. itu pun tanpa telor.
SANAH:
sampean itu lho, kang.
JOKO:
biar, nah. paling sebentar lagi juga sudah tidak kelihatan lagi di sini. mumpung masih.
SANAH:
maksud kamu apa, jok?
RAKEN:
kalau cuma adu lari sama kamu, saya masih berani, jok.
SANAH:
sudah, sudah! kalian ini kalau bareng isinya ribut. terus kamu kalau masak mie pakai apa kok wajanmu kamu berikan pada saya?
JOKO:
SAMBIL MEMBOLAK-BALIK KORAN.
cuma itu yang bisa saya berikan, nah. nanti kalau dapat rejeki tak beli lagi saja. sementara biar mesen mie di warung saja dulu.
KUPAR MENGAMBIL DAGANGAN DAN LARI PERGI.
SANAH:
e…. kurangajar!
RAKEN MENGEJARNYA.
RAKEN:
par… berhenti!
SANAH:
wis, kalau diatur seperti ini terus, saya bisa bangkrut, jok.
JOKO:
mau bagaimana lagi, nah? memang kupar seperti itu. ditelateni saja. siapa tahu juga nanti dia malah yang jadi. katanya anak membawa rejeki sendiri-sendiri.
JOKO KEMBALI MEMBACA KORAN.
SANAH:
semoga saja, jok.
JOKO:
TERKEJUT MEMBACA BERITA KORAN.
lho, kamu sudah ngerti berita ini, nah?
SANAH:
tadi, masdi kemari geger kalau warung saya mau digusur. kena tatib. katanya akan ada acara promosi kota. ah, ndak tahu acara apa lagi itu, jok? padahal dulu sepertinya juga ada acara seperti itu. nyatanya sekarang hasilnya mana? acara apa to itu, jok?
JOKO:
oh… acara promosi kota. jadi, kota ini mau dipromosikan. berarti nanti akan banyak turis ke kota ini. orang-orang londo. lha terus, kamu bagaimana? mau pindah di mana?
SANAH:
ah, ndak tahu, jok. tadi sih mbah raken ngomong kalau saya akan dibangunkan warung pakai tembok. tapi ya saya masih belum tahu.
JOKO:
jangan mau, nah. iya kalau anak-anaknya ndak masalah. kalau ndak terima kalau kamu dibangunkan warung olehnya? dikiranya kamu memeras. terus kamu dilabrak keluarganya. bagaimana?
SANAH:
ya ndak mau. lha terus bagaimana? tadi si masdi juga ngomong masalah foto yang ada di koran itu. katanya saya kalau dilabrak istri mbah raken.
JOKO:
iya bener itu, nah. kalau sampai istrinya ngerti fotomu dia di koran, wah bakal bahaya itu, nah.
SANAH:
apa bener mbah raken masih punya istri?
JOKO:
dengar-dengar, kata orang-orang, masih ada satu yang masih hidup. dengar-dengar dulu istrinya tujuh. dibangunkan rumah sendiri-sendiri. memang dia orang paling kaya di desanya, tapi pelit.lit-lit.
SANAH:
aduh, saya kok malah jadi takut. ternyata mbah raken tekek ya, jok? kalau ada otok-otok, lantas dia gembor tekek. otok-otok, tekek.
JOKO:
namanya tekek ya seperti itu.
SANAH:
padahal dia itu ngakunya sudah duda. katanya, istrinya pas matanya sudah bawur, kabur terus mati ditabrak sepur. jasadnya hancur. tadi pas masdi ngomong, dia juga ngakunya sudah duda. terus dia marah-marah katanya mulut kamu mau dipatah-patah. terus bagaimana saya, jok?
JOKO:
begini saja, nah. kalau kamu dilabrak istrinya, biar saya saja yang tandangi. lagipula wajahmu di foto cuma kelihatan separo saja. ndak jelas. urusan warungmu, kamu pakai saja rumah saya. nanti biar saya sekat. yang separo kamu pakai untuk warung, yang separo saya yang pakai sendiri. jadi kalau malam saya ‘kan bisa pesen mie di warungmu.
SANAH:
ah, kamu, jok. kalau benar jadi di rumahmu, ndak usah mesen juga saya buatin. tapi apa ndak ngrepoti kamu, jok?
JOKO:
ndak apa-apa. kalau ndak untuk kamu, untuk siapa lagi? oh ya, kemarin saya beli sandal jepit, tapi kekecilan. sepertinya pas untuk kaki kamu. coba ya?
JOKO MEMAKAIKAN SANDAL DI KAKI SANAH. KARTA KELIHATAN DATANG.
JOKO:
eh…, kang karta.
KARTA DATANG AMBIL MAKANAN SAMBIL MENANYAKAN KABAR SANAH
KARTA:
bagaimana kabarmu, nah?
SANAH:
kang, kamu itu setiap pagi datang cuma ngambil makanan terus pergi. koyok anake wae. setiap hari nyolong terus dagangan emaknya. bapak karo anak podo wae. nanti siang warung ini mau digusur, kang.
KARTA:
kalau digusur, ya pindah saja, begitu saja ribet!
SANAH:
pindah-pindah! ninggalin warisan juga tidak. suami kok kayak gitu!
KARTA:
nah, begini-begini juga suamimu. lagi pula siapa yang ngomong kalo warung ini mau digusur?
SANAH:
ini lho di koran.
SANAH LALU LARI SAMBIL MEMBAWA KORANNYA.
KARTA:
lho kok malah lari. koran apa?
KARTA:
nah?!!
KARTA:
koran apa?
JOKO:
begini lho, kang. sanah itu lagi bingung kalau nanti siang warung ini akan digusur.
KARTA:
lha digusur kok malah lari? tadi sanah bilang masalah koran, koran apa, jok?
JOKO:
justru itu, kang, di koran ada berita penggusurannya.
KARTA:
iya, tapi kok sanah malah lari? bukannya diomongkan baik-baik!
JOKO:
barangkali dia takut.
KARTA:
takut apa?
JOKO:
ya takut ketahuan.
KARTA:
ketahuan apa?
JOKO:
ya pokoknya takut. wedi. wedi, kang. wedi.
KARTA:
jok! saya tahu kalau takut itu wedi, terus, wedi karo sopo?
JOKO:
wedi ketahuan!
KARTA:
kamu kalau ngomong yang bener jok! mesti kamu merahasiakan isi koran itu. awas, kalau kamu tidak terus terang, saya…!
JOKO:
ada fotonya! di koran. sedang selingkuh!
KARTA:
selingkuh? siapa? sanah?!!
JOKO:
ya, kang.
KARTA:
tenan?!!
JOKO:
kalau ndak percaya, lihat saja sendiri korannya!
KARTA:
yo wis. kalau kamu sampai bohong, awas!
KARTA MENGEJAR SANAH.
SANAH KEMBALI KE WARUNGNYA.
SANAH:
jok, bagaimana ini? korannya mau diminta kang karta!
JOKO:
ya sudah. korannya disembunyikan saja.
JOKO MEMBERIKAN ARAHAN SANAH MENYEMBUNYIKAN KORAN. RAKEN DATANG MEMBAWA KUPAR.
RAKEN:
wah, memang repot ngatur anakmu. bener kamu. kenapa kamu ketiban jatah model kupar? padahal sudah saya rayu-rayu. tak belikan siomay langsung dibabat ludes. terus tak belikan cap cay, juga langsung dilahap. habis sepuluhribu. masih juga makanannya digembol. terus tak paksa wae. tangane tak ikat. sebenarnya ndak tega, saya mengikat kupar. biasanya, saya sama anak sangat sayang. pasti tak gendong. tapi saya tadi sudah capai ngejar sampai depan kuburan.
JOKO:
kok tidak sekalian mampir di kuburan saja kalau capai?
RAKEN:
kalau saya tidak capai seperti ini, tak patahin mulutmu, jok.
SANAH:
joko… sudah.
JOKO:
PERGI.
ya sudah. hati-hati sama mbah raken?

ACT 9:
KARTA DATANG LALU MEMINTA KORAN YANG SUDAH DISEMBUNYAIKAN SANAH.
KARTA:
mana korannya, nah?
SANAH TERDIAM TIDAK BERANI MENJAWAB.
RAKEN:
lho kamu, to! saya kira kamu sudah mati pas kamu nyolong ulek-ulek. koran apa, to?
KARTA:
ini lho, mbah. koran yang muat foto sanah selingkuh.
SANAH:
selingkuh sama siapa?
RAKEN:
to, setiap hari saya itu kemari. ke warung istrimu. di sini. tapi saya tidak pernah lihat istrimu selingkuh. istrimu itu selalu ngurusi kupar yang setiap hari nyolong terus.
KARTA:
tapi kata joko, sanah selingkuh sama orang. buktinya di koran. katanya, fotonya di muat. makanya saya pingin minta korannya.
SANAH:
koran apa?
KUPAR MENGAMBIL KORAN DARI WARUNG. LANTAS KARTA MEMINTA KORAN YANG ADA DI TANGAN KUPAR. KARTA MEMBOLAK-BALIK KORAN SAMPAI BERANTAKAN. LALU KORAN DISEBAR KE LANTAI.
KARTA:
MARAH. MELANGKAH MENUJU ARAH WARUNG.
RAKEN:
tak kira kamu itu sudah mati, to.
KARTA:
belum, mbah! karta masih sanggup meladeni lelaki selingkuhannya sanah.
RAKEN:
jangan, to.
KARTA:
kenapa, mbah. apa tidak pantas saya membunuhnya.
SANAH:
jangan, kang. apa tidak ada cara yang lain selain membunuh?
RAKEN:
memangnya kamu tidak kasihan sama sanah. ngurusi kupar sendirian. ngulek sambel sendirian.
KARTA:
sanah sudah terbiasa sendiri. yang jelas sekarang juga saya harus menemukan lelaki selingkuhanmu. cepat berikan korannya.
SANAH:
sudah hilang, kang.
KARTA:
wis pokoknya harus kamu berikan!

ACT 10:
LANTAS PENI -ISTRI RAKEN- DATANG MARAH-MARAH DAN MENJEWER KUPING RAKEN GARA-GARA MELIHAT FOTO DI KORAN.
PENI:
oh… rupanya di sini? pamitnya beli obat. pantas setiap hari ngaku sakit. sakit mriang? sekarang sudah tidak bisa mengelak lagi. ini buktinya.
MEMBANTING KORAN. PERGI.KORAN DIPUNGUT KARTA.
KARTA:
rupanya dapurmu, mbah yang selama ini selingkuh dengan istri saya. pantas setiap hari kamu datang ke sini.
RAKEN:
saya kira kamu sudah mati, to.
KARTA:
AMBIL GEBUK.
saya tidak mau tahu. yang jelas saya tidak terima.
RAKEN LARI. LANTAS DIKEJAR KARTA.
JOKO MASUK. SANAH TERTUNDUK SEDIH DI KURSI WARUNGNYA.
JOKO:
DISUMPRIT.
Eh…, ada apa kok meneng saja?
SANAH DIAM SAJA.
JOKO:
hust…eh…, kesambet malah.
JOKO MERASA BERSALAH. JOKO PUN IKUT DIAM. LALU SANAH NYAMPERI JOKO.
SANAH:
kamu yang selama ini saya percaya, ternyata kamu yang buat perkara. gara-gara kamu sekarang karta tahu kalau saya selingkuh dengan mbah raken. terus raken sekarang sedang dikejar karta, mau dibunuh. wah wis, jok. saya sudah tidak tahu harus bagaimana lagi. saya sudah tidak percaya pada siapa pun. bahkan pada tuhan pun saya juga tidak percaya. kalau akhir ceritanya seperti ini, mending saya mati saja.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Khalil Gibran