Sajak-sajak Reinkarnasi yang terpasak...


Suatu entah

Pada suatu entah
Mereka menanggalkan baju-baju putih di ayunan
Bertelanjang dan berkubang dalam diskusi terhebat
Seorang anak dengan lihai berucap :
"Hei kalian para bejat!"
Yang lain hanya tertawa tanpa gelak

Pad suatu entah yang sama
Mereka mengenakan kembali baju putih yang tertanggal
Dan berbaris menuju altar pertuhanan
Seorang anak dengan lihai berucap:
"Hei kalian yang bertanduk hitam!"
Yang lain hanya menyorotkan tatap tanpa gerak

Pada suatu entah yang sama
Kembali terulang dan berkali
Menyinggahi tubuh-tubuh telanjang para perawan tak terhormat
dan berbaris satu persatu menyetubuhi bangsa terlaknat
Kembali seorang anak dengan lihai berucap:
"Hei kalian yang bertopeng pejabat!"
Yang lain hanya terbahak tanpa melihat pekat

Pada suatu entah yang menurutku adalah yang terakhir
Kebali mereka berbaris dan digiring
Seorang anak itu terakhior kali berucap:
"Hei kalian yang penghianat, lukamu, rasamu dan jiwamu akan terpasung sayat"
Dan yang lain hanya menatap pasi dan terlaknat

____________________________

Sore Kemarin

Sore kemarin,
Aku melihat setangkai kenyataan terhuyung
Lesu dan murka karena kehidupan
Melapuk mencoba mengurai nyawa
Namun sia-sia belaka

Sore kemarin,
Aku terperangah oleh secercah sinar yang membilah
Tak sampai membelah
Hanya meninggalkan satu sisa sayatan yang tertabur air garam
Perih, membentuk butiran-butiran perak berjatuhan dimuka

Sore kemarin,
Mata itu terbelalak lepas
Melihat muka pasi yang terhina
Tersiram comberan opini dan bualan fakta yang tak teredam
Mencoba berpaling,
Namun media terlanjur mengexpose

Sore kemarin,
Aku kehabisan fikir
Mendengar gelak tawa para pejabat yang terjerat bejat
Berpesta pora dijelajah uang pajak
Bermabuk harta melupakan tanggung jawab

Sore kemarin,
Aku terjangkit virus khawatir
Melihat serentetan gubug para miskin diratakan
Mengalir banjira tangisan para melarat
Tak membuet iba para penjahat birokrat

Sore kemarin,
Aku ha,pir terperanjat bejat
Terpampang papan geleandang yang tak akurat
Penuh sampah aturan yang terkhianat
Hanya menindas tanpa olah tanggung jawab

Dan sore kemarin,
Isak tangis para malaikat menghambat
Para birokrat berpesta diatas melarat rakyat
Gelandangan tak makan, tersumbat sampah dan tersendat
Dan aku, hanya merebah
Berangan segera terubah, cerah
bangsat
___________________________

Aku Heran...

Aku heran dengan tingkahmu pagi ini
Seujung kuncup hari kau menebar diri
Kesetiap penjuru yang berkabut basi
Kau punguti setiap helai opini
Yang bagiku hanyalah sampah tak berarti

Aku kembali terheran dengan tingkahmu
di sore hari yang telah punah
Seikat waktu dihari ini kau mengurai diri
Kesetiap sudut yang bertopan birahi
Kau punguti setiap debu opini
Yang bagiku sudah tak layak di singgahi

Lagi-lagi aku terheran dengan tingkahmu
Diterik 90 derajat sinar matahari
Semerbak peluh kau teteskan pada setiap organ
Kau jumput satu persatu abu krhidupan yang terinjak
Yang bagiku hanyalah sekelebat tak berisi

Dan diujung waktu aku masih saja terheran dengan tingkahmu
Digelapnya remang-remang cahaya bulan
Kau masih tampak semangat menebar parfum opini
Kau cabuti satu persatu paku-paku kehidupan
Dan kau rumpuk menjadi sebuah untaian bermulut yang berhasil kau teraphy..
____________________________

Kertas itu mulai keruh tertumpahi
Dari sevcangkir diksi yang ku tuang kemarin
Pepatah yang ia umpat masih lekat diotak teringat
Pelan-pelan kuteguk kejenuhan
Yang tanpa ampun merambah tak sopan
Jemari lentik bergejolak rapi menggores
Dan menenun abjad yang bertumpuk serak diatas angan

Sajak-sajak Reinkarnasi yang terpasak...


Azed Yayah D. N.

Komentar

  1. sayang sekali,
    keusangan waktu tak bisa merubah segalanya,
    semoga puisi di atas ada yang mau menambahi...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater "Koran"

Khalil Gibran