Empat Grup Musikalisasi Puisi Adu Gengsi di IAIN Walisongo


SEMARANG- Ribuan mahasiswa baru 2012 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang dihibur perhelatan musikalisasi puisi di joglo kampus III, Senin (17/9) pagi.


Penampilan dari Fakultas Syari'ah
Perhelatan yang telah menjadi tradisi tahunan tersebut menjadi cabang perlombaan yang paling dinantikan. Sehingga empat grup dari fakultas, masing-masing: Tarbiyah, Syariah, Dakwah dan Ushuludin itu bersaing ketat mengadu gengsi.

Tampak sejumlah sporter militan dengan memakai ikat kepala, wajahnya dicoreng-coreng, bersemangat meneriakkan yel-yel "Tarbiyah harus menang!", pun bersambut "Syari'ah yang menang!". Begitupun fakultas yang lainnya.

Ekspresi tegang tak bisa disembunyikan saat menanti tiga juri, masing-masing: Widyo Leksono atau akrab dipanggil Babahe, Agung Hima dan Day Milovich, membacakan hasil perlombaan.

Beberapa kelompok tampak murung lantaran jagonya keok. Sementara yang lain bersorak gembira mendengar fakultasnya juara. Terpilih juara dalam lomba musikalisasi puisi Orsenik IAIN Walisongo Semarang tahun 2012; juara 1 disabet oleh Fakultas Syari'ah, juara 2 ditempati Fakultas Ushuludin. Fakultas Tarbiyah harus puas duduk di peringkat 3 dan disusul Fakultas Dakwah.


Penampilan dari Fakultas Ushuludin
Salah satu juri Babahe mengatakan perlu benang merah terkait pemahaman atau definisi musikalisasi puisi. Menurutnya, hal itu diperlukan, sebab musikalisasi puisi yang ada saat ini terkesan masih campur-aduk. "Ada yang memahami musikalisasi puisi adalah puisi yang dimusikkan. Ada yang dipahami sebagai pembacaan puisi diiringi dengan musik. Atau penggabungan dua-duanya," ungkap seniman senior berambut putih-gondrong itu.

Menurut Babahe, berbicara tentang puisi tidak lepas dari diksi, intonasi, artikulasi, dan lain-lain. "Hampir semua peserta mengalami kecelakaan di atas panggung. Mulai pengucapan yang tidak jelas, penghayatan, ekspresi wajah maupun gerak tubuh. Fatalnya, kebanyakan peserta menerjemahan penghayatan cenderung ke teater," katanya.

Sementara musik tidak lepas dari nada, irama, birama, tempo dan lain-lain. Musik juga tidak lepas dari intro, interlude, coda atau penutup. "Kebanyakan peserta lupa interlude, lupa musik penutup. Mereka cenderung asyik menonjolkan musik prolog. Lupa memelajari karakter alat musik yang dipakai," tambah Babahe.

Padahal nada dalam musik bisa dibagi dua, pentatonis dan diatonis. Pada gamelan sendiri ada dua nada: pelog dan selendro. Masing-masing sulit digabungkan. Babahe mencontohkan, gamelan yang digunakan oleh Emha Ainun Najib itu bukan murni gamelan biasa. "Cak Nun menggabungkan alat musik gamelan dengan alat modern itu sudah distem. Sehingga bisa selaras nadanya," ujar Babahe.

Namun demikian, Babahe memberikan apresiasi positif terhadap kreativitas dan keberanian para musisi IAIN Walisongo itu. "Oke kreativitas Anda saya terima, meski terkesan memaksakan alat musik gamelan itu. Ajang ini untuk mengeksplorasi karya, terutama dalam hal musikalisasi puisi," imbuhnya.

Juri lain, Agung Hima mengungkapkan hal senada. Bahwa kecelakaan itu terlihat saat musik lebih dominan ketimbang puisinya. "Ada beberapa teks yang mencoba dipadukan. Saya juga melihat banyak sisi dramatisasi dalam penggarapan. Sebenarnya, bagi saya hanya sekedar dijadikan tambahan. Rata-rata peserta terlalu dominan di intro, sehingga puisi hanya menjadi tempelan," kata Agung Hima.

Teaterikal Puisi

Sementara penyair senior asal Rembang Day Milovich mengatakan, pertunjukan kali ini bukan musikalisasi puisi, tapi teaterikal puisi. "Semua peserta miskin variasi. Arransemennya terkesan hanya bergantian bunyi. Konsep musikalisasi jadi arransemen lagu. Akhirnya musikalisasi itu tidak kelihatan. Sebaiknya perlu membuat workshop musikalisasi puisi agar lebih kaya,” katanya.

Day melanjutkan, musikalisasi puisi itu proses menyajikan musik dan puisi, dari puisi. Artinya bukan dari musik ke puisi. "Unsur puisi sebagai nyawa pertunjukan. bukan lagu yang berasal dari puisi." terangnya usai pertunjukan.

Menurutnya, peserta perlu memahami karakter unsur bunyi musik modern dan gamelan. "Karena kesalahan fatal yang terjadi adalah saat memainkan nada diatonis dan pentatonis bersamaan," pungkasnya.

(Sumber: Lawangsewupost.Abdul Mughis)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater "Koran"

Zaman Edannya Serat Kalatidha

Profil Teater Metafisis