Dokumentasi Puisi "Sajak Purnama" #1
Janji
Senja
Saddam
el Hanif
Aku
menunggu kalian ditepi jalan di depan gedung sang jalang
Sore tadi
janji itu kita sepakati dengan hati yang tak hirau
Tak satupun
dari kalian yang menghampiri kekosongan
Tak
sejengkalpun langkah kalian terdengar meski samar-samar
Haruskahku
layangkan surat dengan lampiran kegundahanku
Haruskah
angin ku repotkan dengan titipan kabar
Tidak,
Kurasa
semuanya terdengar
Bahkan
janji disenja tadi masih terngiang
Kuyakin
kalian kan datang
Entah
sedang dalam perjalanan
Entah masih
asyik dengan hidangan
Entah juga
sedang termenung menghadap bintang terang
Kubuka saja
lembar-lembar cerita cinta
Aku tatap
jendela yang terbuka sehelai cinta
Kudengar
sayup-sayup detak langkah mendekat
Semakin
jelas dan memperjelas
Kutatap
arah langkah yang terdengar sedang marah
Harapku
sangat besar tentang kalian
Ketika
kulihat segerombolan mata itu
Terlihat
orang-orang tak satupun ku kenal
Aku kecewe,
aku terluka
Namun
segera terobati dengan datangnya dua kepala yang menyapa
Yang
langkahnya tak disadari telingaku
Dan diikuti
beberapa nama yang datang dengan senyum canda
Kita pun
berkeliling dan bercerita
Tentang
sebuah kisah-kisah mata yang terbuta dan telinga yang tertuli
Dan kita
pun terhanyut dalam kisah dan canda bersama...
Inilah
Damai
Saddam
el Hanif
Inilah
merdeka
Bukan lagi
soal perubahan
Bukan lagi
soal revolusi
Bukan legi
soal cerita lama yang dibuka
Bukan lagi
soal memmupuk jutaan masa depan
Atau
tentang mimpi yang terwujud dengan cepat
Atau
apalagi yang ada dibenak mereka tentang kemerdekaan
Inilah
merdeka
Bukan saat
mampu bergerak bebas atau berkata lepas tanpa batas
Inilah
merdeka
Bukan
ketika semua mampu tertawa
Atau ketika
sudah tak ada lagi air mata
Inilah
merdeka
Tak seperti
mimpi para penyair negeri atupun
Mimpi
budayawan yang terus berdiam diri
Inilah
merdeka
Bukan
karena air tak lagi ada dijalan-jalan
Atau sudah
tak ada lagi bencana yang dikhawatirkan
Inilah
merdeka
Bukan lagi
saat siang mampu berjalan tanpa gangguan
Atau saat
malam mampu terlelap dalam gelap
Inilah
merdeka
Saat damai
menyelimuti ruang-ruang sepi dalam hati
Tanpa tapi
ataupun atau
Inilah
merdeka
Katika
senyum wanitaku tu mengukur pagiku
Ketika
wangi wanitaku tercium dipojok-pojok bendera
Inilah
merdeka ketika tangan wanita membelai setiap luka anak bangsa
Ketika
tutur sapanye mendamaikan setiap gelisah pejuang perang
Inilah
merdeka
Inilah
damai
Bersama mu
Bersama
engkau yang kusebut kasihku
Pertemuan
Semu
Saddam
el Hanif
Yang
kutemui
Kaum
komunis yang mengemis harta dengan sok sosialis
Yang
kutemui
Kaum agamis
yang menjual agama dengan sok berwibawa
Yang
kutemui
Kaum
demokratis yang egois dengan sok bijaksana
Yang
kutemui
Kaum
ploretar yang kapitalis dengan sok kelaparan
Yang
kutemui
Kaum
nasionalis yang merusak negara dengan sok patriotis
Yang
kutemui
Kaum
mahasiswa yang membodohi diri dengan sok kritis
Yang
kutemui
Kaum
jurnalis yang meracuni kabar dengan sok idealis
Yang
kutemui
Kaum
penulis yang meracuni otak dengan sok puitis
Yang
kutemui
Kemunafikan
yang dibiasakan
Yang
kutemui
Kebenaran
yang membusuk dipojokan dapur
Sebenarnya
aku tak pernah bertemu siapa atau apa
Sebenarnya
mataku buta dan telingaku tuli
Sebenarnya
aku tak pernah benar
Sebenarnya
aku hanya diam
Semarang,
31 Januari 2014
Tentang
Pagi
Saddam
el Hanif
Apa
kau sepuitis dulu?
Menggerakan
bibirmu dengan anggun
Dan
menggenggam taganu dengan lembut
Tapi
erat
Atau
memaksaku makan dengan tatap
Matamu
yang mendamaikan
Tentu
kau tahu dimana kini aku berdiri
Menyiapkan
saji untuk sesembahan Sang Hyang Widi
Dan
menuliskan mantra tentang harga diri yang tak berarti
Atau
membaca bait-bait suci milik pangeran bumi
Melihat
aktifis kencing berdiri
Banyak
diantara mereka yang kini lebih suka mendzolimi diri sendiri
Tak
lagi tertarik mencari esensi pribadi
Menikmati
gerak aneh menikmati kebanggan pribadi
Aku
muak berada disini
Setiap
hari harus mencium parfum-parfum kemunafikan
yang
harumnya alami
Berdiam
diri adalah satu jalan pasti
Dan
akhirnya gila sendiri
Aku
ingin terlelap diantara dua sajakmu yang bersebrangan kasih
Bercerita
tentang bintang dan pelangi
Dan
tentang malam-malam yang menyembunyikan misteri
Juga
tentang tujuan nafas yang tak pernah kita mengerti
Aku
bukan agamawan yang baik hati
Aku
juga bukan nasionalis yang punya jiwa patriotis
Aku
hanya pemujamu yang suka iri hati
Juga
penghujatmu yang lupa diri
Aku
ingi seperti sebatang lisang yang dihimpit kedua
jari
Memberanikan
diri berdiri diantara tumpukan duri
Namun,
Jika
aku lelah nanti
Berikan
lenganmu tuk ku bersandar dari pergilakan hati
Berikan
pangkuanmu tuk ku terpejam, dan
Sejenak
melupakan semua penat
Sayangku,
Aku
tak mungkin
Aku
menggulingkan tiran tantamu
Tetaplah
disini, menantiku kembali
Membawa
rindu yang menggema
Seribu
Lampu
Fiqoya
Rin Saputri
Indah......
Syahdu........
Ya,
pesonamu selalu menghanyutkan disetiap malamku...
Menghapus
semua debu bersama angin malam mu...
.......
kerlap kerlip .......
Warna warni
Tak pernah
bosan memandangimu
Izinkan aku
mengambil satu
Warna dari
sinarmu
Untuk
kuabadikan dimata seorang yang dekat denganku
Agar tak
ada lagi gelap disetiap pandanganku
Cahayamu
mendamaikanku
Gelap
Fiqoya
Rin Saputri
Senandung rindu
bersama malam
Yang
menghanyutkanku
...Ruangku kosong...
...Ruangku
gelap...
Tak ada
secercah cahaya dipandanganku
Bulanku
hilang tertutup awan hitam mu
...Gelap...
...Gelap...
...Gelap...
Entah
mengapa semua cahaya menghindariku
Rinduku
menyatu bersama cahaya itu
Damai
bersama seribu lampu
Tak
Tertuju
Yudi
W.
Tes . .
. Tes . . .
Tes . .
. Tes . . . Tes . . .
Tetes satu
. . . Tetes satu . . .
Tetes dua .
. . Tetes dua . . .
Tetes tiga,
empat, lima dan seribu tetes bersamaan
Jatuh terus
dan terus jatuh
Menutupi
cahaya terang digantikan awan hitam
Membasahi
hijaunya daun muda dan tuanya daun
Dahi
kuletakkan diatas tangan kiriku
Pandangan
tertuju keluar
Walaupun
terhalang sekat bening didepanku
Pandangan
sayupku lama namun tak terlelap
Dikepala
sosok bayang memenuhi lingkar kepala
Menembus
bayang,
Mengenali
sosok
Memandang
dan seakan tak tertuju
Diatas
lamunan
Pertanyaan
Cinta
Yudi
W.
Debu cinta
bertebaran
Virus
Romantis mewabah
Rayuan-rayuan
menjadi senjata ampuh
Pengorbanan
menjadi salah satu syarat
Pengekuan
menjadi hal yang paling dicari
Wajah
gelisah dengan segudang tanda tanya
Disodorkan
kepada setiap pasangan
Mata tajam
dan mulut tak lagi terdiam
Apa sih
artinya cinta untukmu?
Apa sih
artinya aku buatmu?
Apa kamu
serius cinta aku?
Apa kau
benar-benar cinta padaku?
Sampai
kapan?
Katakan
padaku kalau kau cinta
Dan...
bla.... bla.... bla....
KAU
Anggid
Ferrant
Aku
susah...........
Rasa peduli
yang didamba
Tak adanya
keadilan yang diumbar dari mulut berisiknya
Mana?
Pantaskah
itu?
Bercerminlah
pada hati yang membisikimu
Pada
segumpal otak yang selalu menemani memorimu
Tentang
persepsi yang terkadang membuatmu bak artis terkenal
Tentang air
mata yang terkadang membuatku tertipu
Samakah
dengan kenyataan itu?
Aku terlalu
lelah.......
Menusia-manusia
itupun terlalu lelah menyangga setiap inci hatinya
Terlalu
rapuh dengan kekuatan ombak yang kau sodorkan
Kucuran
penyadaran bagaimana lagi yang dapat menusuk hatimu?
Yang dapat
mengganggu tidur manismu?
Dengan hal
yang tak pernah kau tinggalkan?
Tak
sadarkan jika lakumu yang seperti itu, ucapanmu yang seperti itu,
Membuatmu
terlihat benar-benar tidak peduli?
Peduli
setan dengan apa yang kau mau !!
Jika kaulah
yang sellau berlomba-lomba untuk mempedulikan hal yang kau anggap bukan duniamu
Peduli
setan dengan tangisanmu !!
Jika kaulah
yang berlomba-lomba tuk menipuku dengan bakat aktingmu
Aku tak
ingin berkata apapun dan pada siapapun sekarang
Termasuk
kau !!
Aku tak
ingin mendengar apapun dan siapapun sekarang
Termasuk
kau!!
Dan aku tak
ingin melihat apapun dan siapapun sekarang
Juga
terbmasuk kau!!!!!
Semarang,
14 Desember 2014
Aku
Harus Bagaimana
Hani
L. Sya.
Aku pikir
Mereka menyukaiku
Menatap
sayu penuh kesejukan
Senyum
lembut, senja hari
Aku pikir
Mereka
sayang padaku
Menyentuh
lembut tubuh ini
Menjagaku
tetap indah diantara mata yang lain
Aku pikir
Mereka
cinta padaku
Tak mau
lepas dariku
Tak mau
jauh dariku
Selalu bersandar
padaku
Aku
tersadar
Aku salah
menyangka
Mereka
hanya manusia, sang makhluk “Egois”
Tak
mempedulikanku
Manusia
yang hanya peduli pada nafsu dan kepuasan pribadinya
Kami yang
menghias taman tetap indah
Sedangkan
mereka dibelantara, habis sudah
Kelakuanmu
menyakiti, bahkan membunuh kami
Jejak
korbanmu mengganggu kami
Adakah
diantara kalian yang masih pedulikan kami?
Pepohonan
di muka bumi
Orang
Itu Aku
Mughice
Seorang
pengemis tua
Jujur
melantunkan nyanyiannya
Entah
sumbang atau entah tak bernada
Ia hanya
coba menghibur hatinya
Ia hanya
ingin sedikit dan sebentar saja hagia
Seorang
pengemis tuapolos berdendang
Sedang
peri-peri terus berlalu lalang beterbangan tanpa memperhatikan
Pengemis
tua itu.........
Tetap
berdendang
Ia hanya
ingin sebentar saja bahagia
Seorang
pengemis tua
Mulai parau
suaranya
Gemetar dan
terputus-putus oleh batuknya
Ia tetap
bernyanyi
Ia hanya
ingin sebentar saja bahagia
Seorang
pengemis tua
Tak
terdengar lagi lagu-lagunya
Dan tak
seorangpun bertanya-tanya
Kemana ia?
Tak seorangpun
merindunya
Tak
seorangpun merasa ada yang kurang
Seorang
pengemis tua
Tergeletak
mati dikerumuni lalat
Tak
seorangpun yang kehilangan
Tak ada iba
atau simpati
Seorang
pengemis tua
Beristirahat
dengan tenang
Dan
jasadnya kotor, lusuh berbau busuk
Semua orang
berpaling dan menutup hidung
Seorang
pengemis tua
Jangan lagi
berair mata
Tidurlah
Tidurlah
Yang lelap
Tanpa harus
bermimpi indah
12
Desember 2014
Pagi,
Sebatang Rokok
Dan
Secangkir Kopi
Mughice
Pagi..
Sebatang
rokok
Secangkir
kopi
Pegi...
Tanpa
sebatang rokok
Tanpa
secangkir kopi
Pagi...
Dan tulisan
tentang sebatang rokok
Dan tulisan
tentang secangkir kopi
Pagi...
Akan tetap
datang kembali
Berapa
kalipun malam mencoba gelapkan hari
Pagi...
Dan kekasih
yang menyapa pagi
Dan teman-teman
berkata kemana kita hari ini...
Dan
sebatang rokok
Dan
secangkir kopi
Pagi...
Yang
berhenti cerita tentang sejarah lama
Dan mulai
mengukir sejarahnya sendiri
Bersama
sebatang rokok
Dan
secangkir kopi
Pagi...,
Pagi...,
Berhenti
bersembunyi
Dari balik
bilik yang membolak balik rada panik
Dari
tawaran penawar pahit, manis, jetir, dan tawar
Pagi...,
Pria kecil
duduk tertunduk dengan kaki tertekuk diantara
runcing
dunia yang bertanduk
bencana
terjadi malam tadi
hingga
rokok melejit naik tinggi
pagi...,
bagaimana
dengan harga secangkir kopi ?
mungkin
sebentar lagi,
pagi...
kini kosong
tanpa inspirasi
jari para
musisi lumpuh untuk sekedar bernada
mulut
penyair bisu untuk berpuisi
kuas
pelukis tumpul dan cat-cat mengering
pagi
sebatang rokok dan secangkir kopi
telah
terjadi bencana malam tadi
pagi...
Semarang,
8 Desember 2014
Surat
Cinta
Mughice
mungkin
jika aku awali surat ini dengan doa, kau dan orang-orang di luar sana tak akan
percaya.
biarlah
tulisan ini mengalir apa adanya.
tanpa ada
yang di hilangkan.
tanpa ada
yang di tutupi.
tanpa ada
yang di lebihkan
Andai kau
istri ku.
Rama tak
akan sudi berperang untuk merebutmu dari dekapan ku.
jika kau
istri ku.
kau akan
sadar hanya aku yang mencintaimu dengan cinta sebegitu besarnya.
Rama tak
akan berani melirik apa lagi mendekatimu.
sebab ia
tak pernah tau dan merasa apa itu cinta
Sedang
aku...
meski aku
tau kau istri rama.
karna cinta
aku menculikmu dirinya.
karna cinta
aku pertaruhkan nyawaku berperang denganya.
karna cinta
aku tak peduli sejarah akan menghujat ku dan menganggap aku...
entahlah
Tapi sinta,
andai kau istri ku.
dunia
pewayangan akan semakin di anggap fiktif.
apa lagi
jika di kisahkan bahwa kau mencintai ku karena melihat dan merasakan cinta yang
begitu besar dari dalam hati ku tumbuh untuk mu
Karena tak
ada cinta yang tumbuh karena di cinta.
karena tak
ada cinta yang tak memandang rupa.
karena
cinta punya selera.
karena
kebutaan dan ketulian serta kebodohan yang bercmpur denga congkak juga
kemunafikan yang membuat makna dari cinta itu biasa.
Karena kau
bukan istri ku...
kau dan
semuanya menghujat ku karena aku salah aku telah menculikmu.
karena kau
bukan istriku...
kau dan
semuanya memuja sosok yang mengorbankan banyak nyawa yang padahal tak brdosa
agar kau tetap hidup.
Karena tak
ada cinta yang tak memandang rupa.
karena
cinta punya selera.
Tapi sinta,
karena kau bukan istri ku.
akan aku
akhiri surat ini dengan doa.
Tuhan...aku
tak rela jika cinta yang telah kau bangun dengan begitu megah ini kau angkat
kmbali.
maka
tuhan...kembalikan makna dari cinta yang sempat terluka parah it.
Tumbuhkan
cinta dalam hati bidadari sinta untuk raksasa rahwana buruk rupa yg teramat
mncintainya.
agar cinta
kembali tak lagi memandang rupa.
agar cinta
kembali tak berselera.
Nostalgia
Mughice
aku ingin
kita kembali ke masa kecil dulu.
kita berlarian
bersama untuk menangkap kupu-kupu yang entah untuk apa.
romantis...
hanya itu kalimat
yang tepat untuk menggambarkanya.
Aku ingin kembali
ke masa itu.
bak tentara
perang kita merayap berburu jangkrik untk kita pelihara dan kmudian kita adu.
seru...
hanya itu yang
terkenang.
Aku ingn kembali
seperti kita waktu itu.
sssttt...jangan
keras-keras.
kita
mngendap-endap nyolong mangga tetangga.
gila...
hanya itu
Kini...stiap
hari ku ketuk pintu rumahmu tapi kau selalu bilang kau ada janji dengan kekasihmu.
kini setiap
sore ku panggil namamu tapi kau terlalu sibuk dengan tugas dari dosen-dosenmu.
kini hampir
setiap saat ku datangi kau tapi kau tetap tak ada waktu.
dan aku kembali
pulang menundukan kepala.
Aku bilang
aku mampu.
tapi entah
kenapa aku menangis.
Aku terdiam.
menyaksikan
setiap pagi kau pergi ke kantor-kantor mu, pabrik-pabrik mu, ruko-ruko mu,
kampus-kampus mu untuk di tindas.
dan aq
marah!
dan kau memarahiku.
Aku tak basia
diam saat siangnya kau kotori sungai tmpat biasa qt mnangkap ikan.
kau gusur tempat
biasa kita mengejar kupu-kupu.
kau
enyahkan tempat dimana kita berburu jangkrik dulu.
kau tebang
pohon-pohon mangga tetangga yg pernah kita cloong bersama.
dan aku
marah!
dan kau memarahiku.
Aku kembali
diam.
saat sore
tiba matamu lurus menatap handphone-handphone canggihmu.
kadang kau
tampak kesal, kadang kau tersenyum.
persis...,
seperti...,
lelaki kotor
yangg pernah kita tepoki dulu sepulang sekolah.
Aku fikir
ku bisa.
tapi
ternyata aku menangis.
Anggaplah
Semarang,19 Januari 2015
GIGI
Gozst_Lie
Mezsthi
Kau datang
membawa senyuman
Penuh
kepercayaan diri yang kau tanam
Mereka
serontak tertawa berdahak-dahak
Sampai gigi
gusi pada keluar
Kedatanganmu
itu hanya biasa saja
seolah-olah
jadi pusat perhatian
Jadi bahan
bakar
tuk
membakar tubuhnya
Sabtu,
20 Desember 2014
Tombak
Gozst_Lie
Mezthi
Hari ini
adalah hari banjir
Sang supir
rumah pergi
Mobil dan
penumpang ia tinggalkan
Tak ada
pesan singkat yang ia tinggalkan
Hanya dalam
mata terpejam
Ia kerap
datang
Tapi penuh
dengan simbol-simbol
Saat ia ada
Ia selalu
dipegang tombaknya
Menjadi
kompas hidup
Pengendali
jalan
Itu semua
tak pernah goyah diterpa angin
sekarang
tombak itu
Dengan
spontanitas berpindah haluan
Membelok
dengan sendirinya
Itupun
masih ada
Rasa
keraguan yang menghalanginya
Dan
merekapun tak tahu
Hanya Sang
penciptalah yang tahu
Sabtu,
20 Desember 2014
Penghambaan
Waank
Yaa Amiral
‘abdik
Kupasrahkan
jiwa ini hanya kepada-Mu
Denganku
mengangkatkan kedua sisi tanganku
Layaknya tentara
militer yang kalah dalam medan perang
Ketika ia
kehabisan amunisi, kehilangan arah strategi
lalu ia
tidak sanggup berbuat apapun hingga ia mengangkat kedua sisi tangan tanda
ketidak mampuan dan kalah
aku seorang
hambapun demikian, aku kalah dihadapan-Mu,
aku tidak
dapat berbuat apapun, tak ada amunisi, tak ada strategi, untuk mengalahkan-Mu
aku hanya
merundukan kepala dan merundukan kedua belah tangan
seraya
bibir dan hati melafalkan takbir pengagungan terhadap-Mu
ALLAHU
AKBAR betapa agungnya Kau yang tak terukurkan,
Tak ada
alat statis yang membuat geosiometris dalam satu sudut sisi yang sama.
Metodologi yang dibuahkan oleh ilmuan soal Matematikapun tak mampu mengukur
keagungan-Mu
Karena
keagungan-Mu tidak hanya berpacu pada nama-Mu, tapi semua yang ada dalam jagat
raya.
Ya Amiral
Abdik
Kulantunkan
al-fatihah dan surah karya sastra terbaik-Mu,
Mengalihkan
kegelapan menjadi cahaya terang dalam setiap do’a
Ku ruku’kan
tubuhku dengan wajah menghadap asal usulku atas karunia-Mu
Ku sujudkan
tubuh ini merintih, mengangis membuang setiap kekhilafan yang tak Kau suka
sampai Kau membuat murka.
Kembali
kusucikan dan kuagungkan namaMu di dalam sujudku
Di dalam
sujud aku merasa ihsan yang sangat dalam mengikat pada ruhani
Aku merasa
betapa dekat dihadapan-Mu, kecintaan yang amat dalam terasa.
Yaa Amiral
‘Abdik
Jadikanlah
setiap penghambaanku ini dapat menjadikan kesucian dalam jiwa dan ruhaniku
Jadikanlah
setiap takbiratul ihramku dapat membesarkan cintaku kepada-Mu
Jadikanlah
setiap do’a dalam fatihahku dapat membuka hati ini agar senantiasa menerima
cinta-Mu
Jadikanlah
setiap pembungkukan ruku’ku dapat mengingatkanku bahwa aku ini siapa, aku ini
berasal dari mana
Jadikanlah
setiap lafal i’tidalku dapat selalu kudengarkan nama-Mu
Jadikanlah
setiap sujudku selalu dekat dengan-Mu berasa tepat didepan-Mu,
Kita dekat
aku dekap kasih sayang-Mu Yaa DzalQuwwah
Jadikanlah
setiap do’a dalam bersimpuhku terampunkan segala khilafku
Terahmati
segala lalu lampahku
Diluaskan
segala apa yang ada dalam hadapku,
Terangkatkan
derajatku disisimu Yaa Matin
Terlimpahkan
rizki yang amat melimpah tak membuatku kafir
Mendapatkan
petunjuk jalan menuju cinta-Mu Ya Khalilarrahman
Rindu
Redam
Cherie
Mimut
Terbesut
mata angin diujung langit biru
Membentang
kosong menatap laku kecilmu
Inginkan
pulamg pada titik embung beku?
Atau kobar
api kasih berpeluh haru?
Diatas asa
kurajut benang cinta
Dengan
anugerah terjaga sayang melanda
Meski bulir
mata tak luput berganti darah
Tuhan tahu
bukan dusta tertimbun lembah
Aahh...
rindu redam sakitku penuh
Tanpa
rengkuhmu jatuh lelah bersimpuh
Kapan
pulang, hati ini radang melepuh
Walau
terlarang biar saja daku berlabuh
Pun
Mati
Cherie
Mimut
Hati rebah
melingkar jatuh terinjak
Berselimut
hina, darah dan air mata jiwa
Membengkak
letih tertabur perih garam cerca
Satu
bungkam mewakili berjuta koreng nanah
Menjeritpun
tak berdaya kembali berbusa
Suara
tertelan vakum ruang semesta
Bising
disana menyayat sepi yang terkapar.... perih....
Bahagia
bualan canda bersemu fana
Berkembang
kuncup bingkai tercium .... wangi...
Lumpuh rasa
tak sanggup bermekaran ... busuk ...
Ujung sana
tak ada tepi menanti mati
Tak
berakhir walau dunia mengharu sunyi
Pekat awa
membumbung ejek burung kenari
Mencuat
rindu redam kecamuk direlung hari membiru
Gugur
seribu cahaya ditelan gelap bersemi
Membeku
dingin bersama ratapan misteri
Tanpa
Kata
Ridwan
Angin
semilir menerpa tubuh ini
Mencoba
melangkah malam tak pekduli
Oleh mata
buta dan tuli telinga
Mata sayu
memandang jalan kehidupan
Yang entah
nyata atau bayang-bayang
Cucuran
peluh menjadi bukti
Akan
kerasnya jalan yang begitu terjal
Dan harus
dilalui
Disaksikan
oleh snag bagaskara tiap hari
Makin
menyeringai senyumnya
Membakar
hati
Menyayak
kulit
Aku tak
peduli
Ini jalanku
Yang
menghadang libas !
½
Nyawa
Ridwan
Atap,
asbes,
Ventilasi,
sudah ada sinar memasuki
Ruang,
kuning
Diding
penuh warna
Ada wajah
wanita disitu, ia ingin berkata tapi ia memilih untuk diam
Sarung
Tikar,
bantal
Kipas angin
Yang lain
masih berfantasi
Barang-barang
yang berserakan
Figura
tumpang tindih dan berdebu
Lemari
digelantungi pakaian seperti monyet-monyet didahan pohon
HP! Dimana
Hp ku!
Jam !? jam
berapa ini ?!
Ah, 06:30,
dan kuteruskan sisa-sisa mimpiku
ENTAH
:
untuk Marsinah
Jika kau
tanya padaku tentang wanita
Aku tak
tahu harus mengatakan apa tentangnya
Yang kutahu
hanya detik yang terus berdetak
Nafas yang
terus memompa keras
Kepak yang
terus menolak masa
Rasa yang
harus membara
Mungkin kau
sudah lupa
Atau memang
enggan mengingat tentangnya
Tentang
seorang bersuci
Dengan
darah terkoyak
Diantara
tengah
Beribadah
dengan lebam
Disekujur tubuh keruh
Bersua
karena kaum
Teraniaya
diujung timur pulau jawa
Benar-benar
Ia tak lagi
bernafas
Tapi bukan
Karena mati
Ia tak
berkedip
Bukan tidur
Ia tak
bergerak
Karena ia
lumpuh
Tapi
Ia akan
Terus hidup
Dihati para
wanita
Dibenak
para
Buruh
Didada
Bangsa
Indonesia
QOF
Jika malam
begitu kelabu
Tapi lebih
tepat begitu syahdu
Jika ia
begitu syahdu
Kata malam
begitu kelabu
Ia terlihat
begitu merindu
Rindu di
jemu hingga jarak
Jemu
memburu begitu merdu
Begitu
resah bertalu-talu
Seperti qof
dengan qof
Seperti
nadi dengan hati
Seperti
mata dengan raga
Semakin
jauh semakin dekat
Hanya tanda
Hanya
niktah
Hanya nun
Hanya
sepenggal cerita yang hanya padamu