Saddam Husein - Satu kamar delapan ranjang


Satu kamar delapan ranjang

Ah, aku tak tahan dengan malam disini, hampir semua wanita pelayan lebih suka bermanja dengan bantal dari pada melayani desahan erotis yang menyayat hati, membiarkan desahan-desahan itu terpuaskan lalu lelah dan akhirnya kalah. Sial, mereka hanya datang ketika kita sudah mulai naik pitam.


Terkelas, semacam kasta namun sangat amat menjijikan, menusia dianggap benda mati oleh manusia, hanya yang memiliki kemunafikan tinggi yang berhak memperoleh nyaman.

Desahan-desahan itu semakin tajam menusuk ulu hati, aku ingin bercumbu dengan kasih ku dibidang datar, namun sepanjang mata telanjang memandang hanya terlihat perbukitan yang terdiri dari jutaan kemunafikan.

Bahkan banyak juga yang mengastakan pribadinya didalam lingkaran saudara, aku sendiri? Tentu aku bagian dari kemunafikan-kemunafikan yang ada. Contoh saja dengan kemunafikan yang mengatakan "aku lebih tua dari mu, hormati aku, cium tangan ku" atau "aku punya daun hijau yang memabukan hidup mu, hormati aku, cium tangan ku".

Ada juga yang mabuk harapan melalaikan usaha hingga akhirnya membuka pintu neraka bagi yang tak mengerti, kebocoran diselang harapan dianggap permainan, digoyang sedikit menetes setetes ditinggalkan tanpa kecupan, tanpa senyuman, dikiranya sudah terpuasakan, lebih bodoh lagi hanya memberi kata yang sama sekali tak merangsang pasangan.

Aku tak bisa bernafas dengan nyaman, aku tak bisa terlelap dengan senyuman, disebagian dalam otak ku tergambar kotoran, kematian tergambar jelas.
--

Ditulis oleh Saddam Husein (Crew Teater Metafisis '13)

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater "Koran"

Khalil Gibran