La Dhororo Wa La Dhiroro



Ternyata bukan lagi persoalan agama. Kesalahan ini justru melewati batas kemanusiaan dan norma sosial. Demonstrasi memang dipersilahkan secara bebas untuk menyampaikan aspirasi terkait apapun. Namun sangkin "dermawannya" kadang justru nyawa pun dipersilahkn untuk dikorbankan. 
Terakhir kematian Patmi. Peserta aksi cor kaki yang meninggal akibat jantungnya. Kita menangis melihat mereka kehilangan hak. Tapi anehnya setelah kehilangan nyawa, mereka mati justru dibanggakan dan "diterima kasihi". Simpulnya menyakiti diri sendiri untuk aspirasi justru kita "Semangati".aduh!Tak hanya patmi, banyak aksi-aksi demonstran yang dengan semangat menjahit mulut, bakar diri mengubur diri dan pesakitan lainnya. Sampai kapan????? Yakin ini sebagai solusi?? 
teater Metafisis menyayangkan ini, siang itu 23 Maret 17 kami gelar performance art "La Dlororo wa La Dliroro" merenungi ini. Kampus FUHUM UIN Walisongo SMG.

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater "Koran"

Zaman Edannya Serat Kalatidha

Profil Teater Metafisis