Puisi Genggam


sending 01

ya!
kau malah membuat jalan sendiri
jalan yang terjal kini kau siram dengan air mata
katamu, biar licin sekalian
dan sewaktu-waktu, bantahmu, kau bisa terpeleset dan mati

sending 02

sambil menghimpit luka kau berlari mengejar sekumpulan lalat
kemudian kau berenang di tengah lautan bersama mereka yang mengaku samudera
padahal lukamu semakin membisu seru



sending 03

lantas, kepada siapa rumi berpusing-pusing ria menarikan syair cinta?
segalanya harus diputar agar pusing berubah menjadi tarian ekstase
hidup sudah berputar, kawan
tak perlu kau berujar

sending 04

ada yang merindu jejakmu dari tanah pemakaman
sosok lelaki yang senantiasa kau tangisi ketika ia pamit mati
ya!
ia rindu memangku tangismu di rumah
bukan di trotoar
bisiknya pada gerimis

sending 05

aku masih menyimpan sisa-sisa rindu yang lalu
di sela-sela keriput mata
di layar ponsel
dan di tiap marahku
tapi kau tak pernah mencurinya dariku
padahal peta telah kugambar sebelum wujud utuhmu nyata

sending 06

sediakan anggur dan sedikit racun agar pelan-pelan mati aku

sending 07

hingga aku tak berani bergabung dengan rombongan perahu nuh
lantaran 40 pasang bakal menggunjing sendiriku

sending 08

dalam genggamanku telah kudakwakan makna agar menjadi takwil bagi yusuf
dan sejak semula telah kutumpahkan setiap malamku hanya untuk menidurinya

sending 09

kenapa cinta dan hatiku bersekutu menasbihkan rindu?
bukankah daulat telah menitipkan takdir pada jabbariyah agar logika tersangkut di awan perjumpaan?

sending 10

di jantungnya, orang-orang sekitarku menggembalakan kambing hitam sambil menelan ludahnya sendiri
meliarkan puji-pujian lalu menancapkan hujatan ke seluruh muka kawan-kawan seimannya tentang bau kentutku

sending 11

sungguh, rinduku tak terbantahkan oleh gelisah yang menyerupai ajal
pura-pura meraup tawa tapi mulut tanah kubangan telah kelu mengucapkan namanya
jumpailah ia di dua meter perpanjangan

sending 12

aku akan diam menanti tikaman rindumu
sambil menjahit payung yang kau pesan untuk menepis tinju siang
do’akan aku merindumu sampai kutemukan riang tengah malam

sending 13

air mata ini bukan untukmu
tetapi untuknya yang masih aku cintai
ah! percuma picu ini kutekan di keningmu
tak bakal mengeluarkan darah
karena keningmu adalah lapangan parkir

sending 14

kendati temaram bulan bersikukuh melawan pijar cahaya kotamu
namun mata ini tak mampu menerima bias cintamu
maaf!

sending 15

mulanya anak-anak itu bergelora menumpas malam
merancang seribu cara untuk dapat kembali di pangkuan ibunya sambil menjulurkan lidahnya seraya menjenguk dada

sending 16

aku semakin takut menyimak lukamu
luka di kepala bekas rajutan sial ibumu setahun yang lalu ketika gairah tubuhmu bersimbah ludah

sending 17

seperti yang kau lihat ada bencana di liang mataku
berkabut maut
siapa yang peduli mengungsi bersama sepi kalau melati menelan wanginya sendiri?

sending 18

selamatkan darah dan air matamu dengan membasuh
rahasia tubuh sekaligus isinya
murkalah pada bayangan
maka kau akan temukan titik cahaya sejati yang akan mencerahkan subuhmu

sending 19
aku tahu tak pernah kau keluhkan sejarah yang telah membelokkan jalan berbatu di antara
jurang yang melelahkanmu
pasti seperti itu dan kau akan baik-baik saja seperti doaku

sending 20
selamat melayat hajat malaikat

sending 21

jumlah sendiri betapa rancunya kalbuku jika setiap seperempat detikku adalah tak menentu
tapi tidak dengan rinduku
rindu yang sederhana ini adalah garis persetubuhan matahari dan bulan
semudah itulah rinduku

sending 22

kubelah laut dengan tongkat musa agar kau selamat dari kejaran fir’aun
tapi kau masih bertanya tantang perahu nuh yang usang
bismillahimajrehawamursaha : tangisku
nuh dan musa di jantungku

sending 23

juh!
kau selalu sembunyi di balik sajadah dan mukena
tanah makkah membungkus tubuhmu
tapi kau tetap bani isra’il di depanku

sending 24

tugumuda mati muda

sending 25

turun mana, nona?
ibuku menunggumu di terminal
tapi kalau kau pilih turun di halte
menunggu angkutan berikutnya yang kau pilih sendiri sopirnya
maka aku turunkan
selamat jalan
aku ke terminal beserta ia

sending 26

ada kedai kopi di senyumku
pahit
dimasak di atas tungku rayu perempuan ayu bekas orang lalu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Naskah Teater "Koran"

Khalil Gibran